Surya menyambut desiran angin yang menyisir rimbunnya pepohonan desa,
desa yang damai nan elok dengan segala keselarasannya, dalam desa yang penuh
keseimbangan tersebut terdapat pemuda tampan, dia bernama Imran dia kuat
beribadah dan sangat rajin pergi bekerja mengrus ladang peninggalan ayahnya
Imran.
Hari demi Hari dilalui oleh Imran sebagai pemuda yang bekerja sebagai
petani, ketika surya menyapa hangat desanya dia pergi untuk menyambut berkah
dari tuhannya, dan ketika bulan memberikan salamnya dan menyelimuti tirai
hitamnya yang berkilauan bintang, Imran menghaturkan syukur atas segala nikmat
yang di terimanya, tidak pernah terlintas di fikirannya untuk mencoba menjadi
penggali berlian, dia hanya ingin menjadi akar ubi dalam kehidupannya.
Musim
panen pun tiba, ladangnya yang gondrong pun kini sudah mulai menua, berwarna
kuning keemasan indah tapi merundukkan tubuhnya, Imran memperhatikan dengan
saksama mencoba meresapi dalam hidupnya bahwa seperti inilah hidup seharusnya
semakin kehidupan kita berkilau indah harus semakin menunduklah kita, melihat
ke bawah sebagai wujud kerendahan hati kepada sesama dan wujud kerendahan diri
kepada yang Maha Indah. Setelah selesai memanen apa yang menjadi haknya di
dunia ini kemudian dia menjalankan kewajibannya yaitu bersyukur. Agar selalu
tercipta keseimbangan bahwa ada hak dan juga kewajiban, sampai keesokan harinya
pergilah dia ke desa lain untuk menjual hasil panennya.
Memang setiap panen kegiatan Imran Selalu berkeliling Ke desa lain untuk
menjual hasil panennya, karena perangainya yang santun lagi berakhlak baik
membuat dia terkenal sebagai pemuda, petani dan penjual yang baik. Sehingga
setiap desa yang di datanginya selalu menyambutnya dengan baik padahal dia
hanyalah seorang petani nan sederhana.
Saat berjualan di desa itulah dia melihat seorang wanita cantik dari
mereka sehingga dia jatuh cinta dan kasmaran. Dan ternyata, si wanita cantik
ini pun begitu juga padanya. Karena sudah banyak mendengar tentang Imran dari
pembicaraan orang-orang tentang wajahnya yang tampan dan juga Akhlaknya yang
tidak kalah tampan sehingga dia jatuh cinta.
Hari demi hari perasaan cinta Imran tidak terbendung lagi akhirnya Imran
meminta tolong seseorang sesepuh untuk membantunya melamarkan wanita itu dari
ayahnya. Tetapi si ayah mengabarkan bahwa putrinya telah di jodohkan dengan
sepupunya. malang tak dapat di tolak untung tak dapat di raih terlebih saat
cinta terhalang tembok raksasa. Walau demikian cinta keduanya tak bisa padam
bahkan semakin berkobar.
Si
wanita akhirnya mengirim pesan lewat seseorang untuk Imran, bunyinya,
“Aku telah tahu betapa besar cintamu kepadaku, dan betapa besar pula aku di uji dengan kamu. Bila kamu setuju, aku akan pergi mengunjungimu atau aku akan mempermudah jalan bagimu untuk datang menyusup di rumahku”.
“Aku telah tahu betapa besar cintamu kepadaku, dan betapa besar pula aku di uji dengan kamu. Bila kamu setuju, aku akan pergi mengunjungimu atau aku akan mempermudah jalan bagimu untuk datang menyusup di rumahku”.
Di
jawab oleh Imran tadi melalui orang suruhannya si wanita, “Aku tidak setuju
dengan dua alternatif itu, sesungguhnya aku merasa takut bila aku berbuat
maksiat pada Rabbku akan adzab yang akan menimpaku pada hari yang besar. Aku
bergidik membayangkan api yang tidak pernah mengecil nyalanya dan tidak pernah
padam kobarannya.”
Ketika disampaikan pesan tadi kepada si wanita, dia berkata dalam
batinnya, “Walau demikian, rupanya dia masih takut kepada Rabb Yang Maha Esa?
Demi Tuhan yang telah menciptakan kami berdua dan alam semesta, tak ada
seseorang yang lebih berhak untuk bertaqwa kepadaNYA dari orang lain. Semua
hamba sama-sama berhak untuk itu.”
Semua kejadian itu telah mengguncang lahir dan batinnya. Kemudian sang
wanita meninggalkan urusan dunia dan menyingkirkan perbuatan-perbuatan buruknya
serta mulai beribadah mendekatkan diri kepada Rab Yang Maha Esa. Akan tetapi,
dia masih menyimpan perasaan cinta dan rindu pada sang pemuda yang bernama
Imran. Tubuhnya mulai berubah seperti ranting kering yang jatuh dari pohonnya.
Karena menahan rindunya, sampai akhirnya dia meninggal dunia karenanya.
Kabar duka itu pun sampai ke telinga pemuda tapi apa daya tangan tidak
bisa memeluk gunung. Dan Imran sering kali berziarah ke kuburnya, Dia menangis
dan mendo’akanya. Sampai pada Suatu waktu dia tertidur di atas kuburanya. Dia
bermimpi berjumpa dengan kekasihnya dengan penampilan yang sangat baik dan
indah. Dalam mimpi dia sempat bertanya, “Bagaimana keadaanmu? Dan apa yang kau
dapatkan setelah meninggal?”
Sang wanita menjawab, “Sebaik-baik cinta wahai orang yang bertanya,
adalah cintamu. Sebuah cinta yang dapat mengiring ku menuju kebaikan.”
Imran itu bertanya, “Jika demikian, kemanakah kau menuju?”
“Aku sekarang menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang tak berakhir. Di Surga kekekalan yang dapat ku miliki dan tidak akan pernah rusak.” Jawab sang wanita di sertai sungging senyum yang cerah.
“Aku sekarang menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang tak berakhir. Di Surga kekekalan yang dapat ku miliki dan tidak akan pernah rusak.” Jawab sang wanita di sertai sungging senyum yang cerah.
Imran berkata, “Aku harap kau selalu ingat padaku di sana, sebab aku di
sini juga tidak pernah melupakanmu.”
Sang wanita menjawab “Demi Dzat yang menciptakan langit dan bumi, aku
juga tidak melupakanmu. Dan aku meminta kepada Tuhanku dan Tuhanmu Yang Maha
Kuasa agar kita nanti bisa di kumpulkan. Maka, bantulah aku dalam hal ini
dengan kesungguhanmu dalam ibadah.” Dengan mata Berkaca-kaca
Imran bertanya, “Kapan aku bisa melihatmu?”
Jawab si wanita: “Tak lama lagi kau akan
datang melihatku.”
Empat belas hari hari setelah mimpi itu
berlalu, si pemuda di panggil oleh Allah menuju kehadiratNya, meninggal dunia.
No comments:
Post a Comment