Mandi
Safar
Safar umumnya disebut oleh suku Melayu
dengan sebutan Safaran atau bulan naas yang dilakukan oleh masyarakat dari suku
Melayu, hal ini seperti menjadi suatu kewajiban bagi suku tersebut, akan tetapi
bukan bagian dari kewajiban agama Islam. Sehingga masyarakat dari suku Melayu
hanya sebagian yang masih melakukannya dan pada umumnya mereka yang masih
tinggal di daerah-daerah pedalaman dan juga daerah perkotaan.
Upacara mandi safar yang dilakukan pada bulan Safar, umumnya dimuara sungai maupun digang-gang yang mempunyai paret – paret kecil dan juga di dalam rumah. Keluarga besar di dalam sebuah perkampungan yang masih mempunyai adat istiadat yang kuat, jika tidak dilakukan pada tempat terbuka maka ada juga yang melakukannya di dalam atau pada tempat yang tertutup pada umumnya air yang disediakan adalah air khusus yang sudah dibacakan oleh tetua kampung.
Kepercayaan masyarakat dengan mandi
Safar akan menghilangkan kesialan pada anggota tubuh dan memohon keselamatan
atas bala yang datang pada bulan tersebut. Ketentuan mandi Safar dengan
kesepakan bersama–sama warga daerah, perkampungan dengan menuju pada suatu
lokasi tempat permandian dan berbekal berbagai keperluan untuk makan di tempat
tersebut. Kepercayaan pada pada bulan ini mengandung banyak bencana, sehingga
masyarakat mengambil pelajaran dari kejadian yang menimpa para nabi-nabi dan
rasul yang banyak terjadi pada zamannya. Bala bencana harus dihindari dengan
selalu memohon ampun kepada Allah perbuatan ini diwujudkan tidak hanya berdoa
melainkan di lakukan dengan ritual mandi-mandi.
Kenyakinan masyarakat bahwa pada bulan
Safar adalah kesempatan untuk mensucikan seluruh tubuh, karena jika badan dan
jiwa yang kotor akan mudah datangnya bencana yang menimpa. Dengan begitu
kepercayaan in masih dominan dilakukan pada setiap tahunnya.
Kejadian
yang menimpa para Rasul dan Nabi-nabi sperti tersebut ini antara lain :
• Diselamatkannya Kapal Nabi Nuh dari bahaya banjir
• Terhindarnya Nabi Ibrahim dari bahaya api
• Terhindarnya Nabi Musa AS dan Nabi Harun dari bahaya ditelan laut
• Terhindar Nabi Ilyas dari bahaya kayu
• Diselamatkannya Kapal Nabi Nuh dari bahaya banjir
• Terhindarnya Nabi Ibrahim dari bahaya api
• Terhindarnya Nabi Musa AS dan Nabi Harun dari bahaya ditelan laut
• Terhindar Nabi Ilyas dari bahaya kayu
Memohon ampun kepada Allah SWT agar terhindar dari segala bala bencana. Sebagai umat manusia wajiblah memohon ampun dan perlindungan darinya. Manusia memang tempat salah dan menyadari kesalahan adalah bagian dari kenyakinan, tergantung tingkat keimanannya. Wujud dari kenyakinan itu diimplementasikannya dengan upacara ritual, yang mengambarkan sebagai sebuah simbol dari suatu pristiwa.
Ritual mandi Safar dengan maksud untuk
menolak bala bencana, yang menimpa dan menjadi sebuah kenyakinan masyarakat
bahwa akan membawa kesialan bagi anggota badan jika tidak dibersikan pada bulan
tersebut. Akan cepat datangnya bala bencana karena banyaknya dosa-dosa yang ada
di dalam tubuh manusia. Bala bencana berupa siksaan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kenyakinan mandi-mandi tersebut bahwa hal ini akan terhindar jika dengan
sungguh-sungguh memohon ampun dengan wujud mandi disungai yang diyakini seperti
dosa yang gugur mengikuti aliran air yang mengalir.
Selanjutnya dengan mengadakan upacara
ini, bahwa apapun bencana akan dapat terhindar. Dengan kenyakinan rasa was-was
terhadap bencana tidak akan datang menimpa, di maksudkan bencana tersebut akan
datang jika ritual mandi-mandi Safar tidak dilakukan. Dan menjadi seperti
sebuah kewajiban bagi suku Melayu tersebut.
Ritual mandi Safar seperti menjadi
suatu kewajiban yang diwariskan oleh nenek moyang pada wilayah tertentu secara
geografis yang umumnya dilakukan oleh masyakat yang mendiami daerah perairan.Upacara
yang dilakukan secara turun-menurun tidak berani dilanggar oleh keturunan,
masih tetap dilaksanakan dan dihawatirkan akan mendapat kutukan dari para
leluhur yang telah melaksanakan adat tersebut.
Pada zaman kini upacara ritual
mandi-mandi Safar masih tetap dilaksanakan dengan berkumpulnya beberapa orang
baik dari pihak keluarga tertentu maupun pihak keluarga lainnya berkumpul pada
suatu tempat yang telah ditentukan bersama, mereka saling kenal sehingga
terjadinya interaksi antar warga dan tidak menutup kemungkinan terjadinya
asimilasi dari berbagai suku yang ada, perlakuan upacara rituan mandi Safar
kini tidak hanya pada masyarakat suku Melayu akan tetapi ada juga dari
suku-suku pendatang lainnya yang ikut membaur dan beradabtasi dengan
lingkungan, seperti rasa solidaritas sesama warga yang mengadakan ritual
tersebut.
Ketika upacara selesai dilaksanakan
masing-masing peserta upacara menyantap makanan, dan beberapa kue yang dibawa
dari rumah dan juga tidak ketinggalan para pedagang makanan maupun pedagang
mainan turut meramaikan kegiatan yang selalu diadakan pada setiap tahunnya ini
Hari Rabu terakhir pada bulan Safar
menjadi hari yang penting bagi suku Melayu, sampai kini belum ada yang bisa
menjabarkan secara mendetil, mengapa harus harinya menjadi hari Rabu, padahal
hari-hari semua terbaik yang dijadikan Allah untuk segala makhluk di atas muka
bumi ini. Pagi hari sampai sorenya hari Rabu menjadi hari yang sangat bermakna
pantangan dan larangan dengan hal-hal kehidupan menjadi sebuah kepercayaan
masyarakat pendukungnya. Umumnya setelah shalat subuh mereka sudah
mempersiapkan diri dengan tidak bekerja seperti biasa, hanya menunggu waktu
tersebut sambil mempersiapkan perlengkapan yang akan dibawa pada upacara mandi
Safar tersebut.
Umumnya tempat penyelenggaran upacara
ritual mandi Safar di sungai-sungai yang airnya mengalir dari hilir kehulu.
Muara sungai, persimpangan sungai atau di daerah tepi pantai yang paling banyak
dilakukan oleh masyarakat dalam melakukan upacara. Akan tetapi tidak semua
wilayah yang mempunyai sungai-sungai yang dimaksudkan, namun takala pentingnya
juga dilakukan di alam terbuka lembah-lembah di balik bukit dan dirumah-rumah
penduduk. Kesepakatan warga kampung umumnya dengan menunjuk pada suatu lokasi
yang memang cukup jauh menurut ukuran tertentu, akan tetapi semua dapat di
atasi dengan cara bergotong royong menyewa beberapa bis-bis yang bisa
mengangkut mereka. Bahkan sebagian lagi menggunakan sepeda motor untuk menuju
ketempat juan yang disepakati bersama.
Bagi keluarga dan kaum kerabat
yang tidak pergi tempat yang jauh dapat mengadakan di tempat yang dianggap bisa
dilakukan pada pinggiran sungai maupun di dalam rumah tangga sendiri, setelah
selesai mereka berkumpul dengan makan bersama dan saling tukar menukar makanan
yang dibawa masing-masing. Ada juga keluarga sebelumnya sudah mengadakan
kesepakatan bersama dengan cara mengumpulkan uang dan membuat makanan sesuai
yang diiginkan. Seperti makan saprah di halaman rumah, yaitu makan secara
bersama sama dalam suatu tempat dengan tatacara yang disesuaikan dengan kondisi
masyarakat setempat. Pada upacara mandi Safar sifatnya umum dan terbuka siapa
saja bisa memimpin upacara akan tetapi yang berlaku di lingkungan masyarakat
kabupaten Pontianak mengangkat seorang yang dianggap mampu dan mempunyai
pengetahuan tentang ilmu agama maupun ilmu pengetahuan yang bersifat gaib.
Ketua kampung,ketua adat dan orang yang dianggap memahami tata cara aturan
upacara. Tata cara pengangkat pada umumnya atas kesepakatan para keluarga
besar, sesuai dengan harapan agar acara tersebut mendapat keselamatan dan
keberkahan di dalam menjalani kehidupan.
Bagi satu keluarga bisa juga orang yang
memimpin adalah kepala keluarga. Kepala keluarga yang mengatur, memulai dan
mengahiri acara tersebut. Para peserta upacara umumnya masyarakat Melayu yang
beragama Islam. Mereka menyeleggarakan karena maksud untuk menolak segala bala
bencana yang mungkin akan menimpa. Setidaknya dalam upacara ini adalah bagi
suku Melayu untuk mengikuti adat yang telah berlaku secara turun-menurun.
Tetapi pada saat ini keluarga dari suku Melayu maupun yang bukan dari suku
Melayu ikut serta turut dalam upacara tersebut. Tujuan mengikuti acara tersebut
disamping ingin mengetahui juga sebagai rekreasi mengisi masa liburan.
Pada upacara mandi Safar umumnya diikuti oleh seluruh keluarga, baik yang tua maupun muda, mereka tidak hanya meramaikan akan tetapi turut serta mengikuti acara tersebut secara hikmat. Bagi yang tidak mempercayai upacara dapat turut serta namun umumnya mereka berdiam diri dirumah masing-masing dan tidak menganggu saudaranya yang sedang mengadakan upacara. Tidak ada sanksi bagi yang tidak ikut, akan tetapi pada umum dari lingkungan tempat tinggal secara sadar dapat berlaku. Akan tetapi kondisi masyarakat tidak semuanya sama. Ada juga yang masih meragukan upacara tersebut sehingga mereka tetap bekerja seperti biasa.
Pada upacara mandi Safar umumnya diikuti oleh seluruh keluarga, baik yang tua maupun muda, mereka tidak hanya meramaikan akan tetapi turut serta mengikuti acara tersebut secara hikmat. Bagi yang tidak mempercayai upacara dapat turut serta namun umumnya mereka berdiam diri dirumah masing-masing dan tidak menganggu saudaranya yang sedang mengadakan upacara. Tidak ada sanksi bagi yang tidak ikut, akan tetapi pada umum dari lingkungan tempat tinggal secara sadar dapat berlaku. Akan tetapi kondisi masyarakat tidak semuanya sama. Ada juga yang masih meragukan upacara tersebut sehingga mereka tetap bekerja seperti biasa.
Bagi masyarakat yang mempercayai,
bahwa pada hari Rabu terakhir bulan Safar dianggap bulan yang banyak
mendatangkan bencana, mereka sangat patuh pada tradisi setempat. Pantangan ini
tetap mereka jalankan mulai dari terbit pajar sampai terbenam matahari.Tidak
melakukan kegiatan-kegiatan baik para pekerja kasar buru , nelayan yang takut
akan datangnya ombak besar. Anak-anak diarang pergi jauh-jauh, bermain yang
dapat menimbulkan kecelakaan. Dilarang menebang pohon, maupun pergi kelaut
untuk mencari nafkah. Pantangan ini adalah untuk menolak bala dan sebagai menetang
bahaya bagi yang berani melakukannya.
Menjelang seminggu sebelum hari Rabu
terakhir bulan Safar, beberapa kaum kerabat sudah mempersiapkan di rumah
masing-masing, para orang tua maupun ibu-ibu berkumpul mengadakan kesepakan
tentang makanan yang akan dipersiapkan pada hari Rabu. Perlengkapan makanan
yang akan dibawa ke tempat upacara. Makanan yang akan dibawa terutama ketupat
lemak, nasi lengkap dengan lauk pauknya, juga sambal ikan teri yang menjadi
menu utama dari makanan tersebut. Kue-kue tradisional seperti apam, lepat lau,
makanan ringan dan buah-buahan sebagai pelengkap makanan.
Hari Rabu terahir bulan Safar di saat
pagi hari setelah shalat subuh, peserta upacara ritual menuju tempat upacara,
masing-masing peserta menuju pada satu tempat yang telah disepakati bersama
sebelumnya, seperti pantai atau tempat dimana air mengalir. Air Safar adalah
air yang dimasukan daun anjuang dengan tulisan salamun tujuh, air ini dapat
digunakan untuk dipakai mandi maupun minum, tidak diatur secara khusus cara
mandi dan minum air tersebut, bisa secara puas mandi maupun minun air salamun
tujuh.
Khusus keluarga yang datang dari tempat jauh bisa beristirahat terlebih dahulu
memakan makan , perbekalan yang dibawa, dimulainya mandi bagi orang tua
didahulukan dahulu baru kemudian anak-anaknya, mandi seperti yang dilakukan
sesuai tatacara umat Islam, seperti mandi wajib yang membasahi seluruh tubuh,
sambil berniat di dalam hati agar apa yang terdapat membawa bencana di dalam
kehidupan dapat terhindari dan jauh dari malapetaka.
Upacara ritual yang dilakukan ketika mandi dapat diikuti oleh beberapa orang
tidak hanya suku Melayu saja akan tetapi ada suku pendatang dari yang lainnya,
suasana pemandian cukup ramai dengan berbagai niat yang dibacakan agar tahun
depan mendapatkan keberuntungan selalu di dalam keadaan sehat walafiat,murah
rezeki dan cepat mendapatkan jodoh bagi gadis dan pria .
Perlengkapan
Upacara :
a. Air Tolak bala untuk dipakai mandi
b. Air doa selamat untuk dipakai minum
c. Daun menjuang
d. Ketupat lemak, kue-kue tradisional
a. Air Tolak bala untuk dipakai mandi
b. Air doa selamat untuk dipakai minum
c. Daun menjuang
d. Ketupat lemak, kue-kue tradisional
Pantangan-Pantangan
Pantangan dan larang yang
berlaku secara umum dan diketahui oleh masyarakat pendukung kebudayaan upacara
ritual mandi Safar, dilarang melakukan aktivitas pekerjaan yang mengandung
resiko tinggi, mencari napkah dilaut dan menyakiti binatang yang ada. Pantangan
ini dimaksudkan untuk menghindari malapetaka yang datang menimpa warga.
Secara umum pantangan tidak dapat diberlakukan kepada individu, namun kesepakan
para anggota masyarakat maupun orang yang dianggap memahami upacara mandi Safar
bahwa ada kesepakatan, agar semua masyarakat dapat ikut serta, sehingga ada
rasa solidaritas kebersamaan dan persaudaraan. Kondisi inilah yang membuat
masyarakat ikut serta dan saling tolong-menolong. Tidak hanya masyarakat umum
yang ada di kampung-kampung akan tetapi pada masyarakat perkotaan juga turut
serta dengan meliburkan diri dari segala kegiatan. Bagi sekolah-sekolah pada
hari Rabu terakhir bulan Safar diliburkan, jika tidak diliburkan anak-anak dari
suku Melayu umumnya tidak datang kesekolah. Kesepakatan sekolah anak-anak tetap
tidak diliburkan akan tetapi acara dibuat bersama dengan pembacaan doa selamat.
Pembacaan Doa selamat diikuti oleh para
guru maupun murid dengan membawa masing-masing makanan, seperti makanan ketupat
lemak yang dicapur dengan sambal udang, ikan teri , kue-kue dan makanan
lainnya. Selesai acara mereka pulang masing-masing kerumah di rumah telah
disiapkan oleh kedua orang tua air tolak bala maupun air selamat yang telah
dibacakan sebelumnya.
No comments:
Post a Comment