BAB
VII
TEORI
BELAJAR SIBERNETIK DAN PENERAPANNYA
DALAM
PEMBELAJARAN
Pada
bagian ini dikaji tentang pandangan teori sibernetik terhadap proses belajar
dan aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran. Pembahasan diarahkan pada hal-hal
seperti, pengertian belajar menurut teori sibernetik, teori pemprosesan
informasi, teori belajar menurut Landa, Teori belajar menurut Pask dan Scott.
Kajian diakhiri dengan memaparkan aplikasi teori sibernetik dalam kegiatan
pembelajaran.
A.
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini anda
diharapkan memiliki kemampuan untuk mengkaji hakekat belajar menurut teori
sibernetik dan penerapannya dalam kegiatan pembelajaran.
Sedangkan indikator keberhasilan belajar jika anda
dapat menjelaskan :
1). Pengertian
belajar menurut teori sibernetik.
2). Teori pemprosesan
informasi.
3). Teori belajar
menurut Landa.
4). Teori belajar
menurut Pask dan Scott.
5). Aplikasi teori
sibernetik dalam kegiatan pembelajran.
B.
Uraian Materi
1.
Pengertian Belajar Menurut Teori
Sibernetik
Teori
belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan
dengan teori-
teori
belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori ini berkembang sejalan dengan
perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik, belajar
adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan
teori kognitif yaitu dengan mementingkan proses belajar dari pada hasil
belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih
penting lagi adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa.
Informasi inilah yang akan menentukan proses. Bagaimana proses belajar akan
berlangsung, sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari.
Asumsi lain dari teori sibernetik
adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi,
dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh
sistem informasi. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa
dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan
dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.
Implementasi teori sibernetik dalam
kegiatan pembelajaran telah dikembangkan oleh beberapa tokoh, diantaranya
adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada pemprosesan informasi yang
dikembangkan oleh Gage dan Berliner, Biehler, Snowman, Baine, dan Tennyson.
Konsepsi Landa dalam model pendekatanya yang disebut Algoritmik dan heuristik
juga termasuk teori sibernetik. Pask dan Scott yang membagi siswa menjadi tipe menyeluruh
atau wholist, dan tipe serial atau serialistjuga menganut teori sibernetik.
Masing-masing akan dijelaskan secara singkat sebagai berikut :
2.
Teori Pemprosesan Informasi
Dalam
upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran) diterima,
disandi,
disimpan,
dan dimunculkan kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan, telah
dikembangkan sejumlah teori dan model pemprosesan informasi oleh pakar seperti
Biehler, dan Snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson (1989). Teori-teori
tersebut umunya berpijak pada tiga asumsi (Lusiana, 1992) yaitu:
a.
Bahwa
antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemprosesan informasi di
mana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tersebut.
b.
Stimulus
yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk
ataupun isinya.
c.
Salah
satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
Dari ketiga asumsi tersebut,
dikembangkan teori tentang komponen struktur dan pengatur alur pemprosesan
informasi (proses kontrol). Komponen pemprosesan informasi dipilah menjadi tiga
berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses
terjadinya “lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah; 1) sensory reseptor, 2)
working memory, dan 3) long term memory. Sedangkan proses kontrol diasumsikan
sebagai strategi yang tersimpan di dalam ingatan dan dapat dipergunakan setiap
saat diperlukan.
Bagan:
Model Pemprosesan informasi (Adaptasi dari Gage dan Berliner)
a.
Sensory Receptor (SR)
Sensory
Receptor (SR)
merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar. Di dalam SR
informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, informasi hanya ditangkap dalam
bentuk aslinya, informasi hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat,
dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
b.
Working Memory (WM)
Working
Memory (WM)diasumsikan
mampu menangkap informasi yang diberi perhatian (attention) oleh individu.
Pemberian perhatian ini dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakteristik WM
adalah bahwa; 1) ia memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 slots.
Informasi di dalamnya hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa
upaya pengulangan atau rehearsal. 2) informasi dapat disandi dalam bentuk yang
berbeda dari stimulusnya aslinya. Asumsi pertama berkaitan dengan penataan
jumlah informasi, sedangkan asumsi kedua berkaitan dengan pesan proses kontrol.
Artinya, agar informasi dapat bertahan dalam WM, maka upayakan jumlah informasi
tidak melebihi kapasitas WM disamping melakukan rehearsal. Sedangkan penyandian pada tahapan WM, dalam bentuk
verbal, visual, ataupun semantik, dipengaruhi oleh peran proses kontrol dan
seseorang dapat dengan sadar mengendalikannya.
c. Long Term Memory (LTM)
Long
Term Memory (LTM)
diasumsikan; 1) berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki oleh individu, 2)
mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3) bahwa sekali informasi disimpan
didalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau hilang. Persoalan “lupa” pada
tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali (retrieval failure) informasi yang
diperlukan. Ini berarti, jika informasi ditata dengan baik maka akan memudahkan
proses penelusuran dan pemunculan kembali informasi jika diperlukan.
Dikemukakan oleh Howard (1983) bahwa informasi disimpan di dalam LTM dalam
bentuk prototipe, yaitu suatu struktur representasi pengetahuan yang telah
dimiliki yang berfungsi sebagai kerangka untuk mengkaitkan pengetahuan baru.
Dengan ungkapan lain, Tennyson (1989) mengemukakan bahwa proses penyimpanan
informasi merupakan proses mengasimilasikan pengetahuan baru pada pengetahuan yang
telah dimiliki, yang selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahuan (knowledge base) (Lusiana,1992).
Sejalan dengan teori pemprosesan
informasi, Ausubel (1968) mengemukakan bahwa perolehan pengetahuan baru
merupakan fungsi struktur kognitif yang telah dimiliki individu. Reigeluth dan
Stein (1983) mengatakan bahwa pengetahuan ditata di dalam struktur kognitif
secara hirarkhis. Ini berarti, pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang
diperoleh lebih dulu oleh individu dapat mempermudah perolehan pengetahuan baru
yang lebih rinci. Implikasinya di dalam pembelajaran, semakin baik cara
penataan pengatahuan sebagai dasar pengetahuan yang datang kemudian, semakin
mudah pengetahuan tersebut ditelusuri dan dimunculkan kembali pada saat
diperlukan.
Berpijak pada kajian di atas,
Reigeluth, Bunderson, dan Merrill (1977) mengembangkan suatu materi penaatan
isi atau materi pelajaran yang berurusan dengan empat bidang masalah, yaitu;
pemilihan (selection), penataan
urutan (sequencing), rangkuman (summary), dan sintesis (synthesizing), menurut mereka,
a.
Jika
isi mata pelajaran ditata dengan menggunakan urutan dari umum ke rinci, maka
isi atau materi pelajaran pada tingkat umum akan menjadi kerangka untuk
mengkaitkan isi-isi lain yang lebih rinci. Hal ini sesuia dengan struktur
representasi informasi di dalam LTM, sehingga akan mempermudah proses
penelusuran kembali informasi
b.
Jika
rangkuman diintegrasikan ke dalam strategi penataan isi atau materi pelajaran,
maka ia akan berfungsi menunjukkan kepada siswa (si belajar) informasi mana
yang perlu diberi perhatian disamping menghemat kapasitas WM.
Ada tujuh komponen strategi teori
elaborasi yang dikembangkan oleh Reigeluth dan Stein yang berpijak pada kajian
tentang teori pemprosesan informasi (Dengeng, 1998), yaitu; 1) urutan elaboratif,
2) urutan persyarat belajar, 3) rangkuman, 4) sintesis, 5) analogi, 6)
pengaktif strategi dan kognitif, dan 7) kontrol belajar. Sedangkan
prinsip-prinsip yang mendasari model elaborasi meliputi;
a.
Penyajian
kerangka isi pelajaran (epitome), yaitu suatu uapaya untuk menunjukkan
bagian-bagian utama pelajaran dan hubungan di antaranya, yang disajikan pada awal
pelajaran.
b.
Elaborasi
secara bertahap, berkaitan dengan tahapan dalam melakukan elaborasi isi
pengajaran. Elaborasi tahap pertama akan mengelaborasi bagian-bagian yang
tercakup pada elaborasi tahap pertama dan seterusnya.
c.
Bagian
terpenting disajikan pertama kali. Penting tidaknya suatu bagian ditentukan
oleh sumbangannya untuk memahami keseluruhan isi pelajaran. Dalam
pelaksanaannya tentunya tidak meninggalkan prasyarat belajar.
d.
Cakupan
optimal elaborasi, yaitu tingkat kedalaman dan keluasan elaborasi serta
kemudahannya dalam membuat sintesis.
e.
Penyajian
pensintesis secara bertahap. Setiap kali melakukan elaborasi dimaksudkan untuk
menunjukkan hubungan di antara konstruk-konstruk yang lebih rinci yang baru
dipelajari, serta menunjukkan konteks elaborasi dalam optime, sehingga suatu
pengajaran akan diterima lebih dalam karena dipelajari di dalam konteksnya.
f.
Penyajian
pensintesis. Jenis pensintesis supaya disesuaikan dengan tipe isi pelajaran.
Maksudnya, pensintesis yang fungsinya sebagai pengkait satuan-satuan konsep,
prosedur atau prinsip, supaya disesuaikan. Seperti struktur konseptual
digunakan untuk konsep, struktur prosedural untuk prosedur, dan struktur
teoretik untuk prinsip.
g.
Tahapan
pemberian rangkuman. Rangkuman yang dimaksudkan untuk mengadakan tinjauan ulang
mengenai isi pelajaran yang sudah dipelajari, supaya diberikan sebelum
menyajikan pensintesis.
Pengorganisasian isi atau materi
pelajaran dengan model elaborasi dilihat kesesuaiannya dengan psikologi
kognitif (struktur kognitif) dan pemprosesan informasi dapat dilihat sebagai
berikut:
a.
Urutan
elaboratif dari umum ke rinci sesuai dengan karakteristik skemata dalam ingatan
manusia yang tersusun secara hirarkhis.
b.
Epitome
sebagai kerangka isi pelajaran sejalan dengan skemata yang berfungsi untuk
mengintegrasikan kontruk-konstruk ke dalam suatu unit konseptual. Penyajian
epitome pada awal pengajaran juga sesuai dengan fungsi skemata sebagai kerangka
untuk mengkaitkan informasi-informasi yang lebih rinci.
c.
Jenis-jenis
hubungan antara konstruk yang
dispesifikasi dalam model elaborasi sesuai dengan representasi struktur
pengetahuan dalam ingatan.
Proses pengolahan informasi dalam
ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan
mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval). Ingatan terdiri dari
struktur informasi yang terorganisasi dan proses penelusuran bergerak secara
hirarkhis, dari informasi yang paling umum dan inklusif ke informasi yang
paling umum dan rinci, sampai informasi yang diinginkan diperoleh.
3.
Teori Belajar Menurut Landa
Salah satu penganut aliran
sibernetik adalah Landa. Ia membedakan ada dua macam proses berpikir, yaitu
proses berpikir algoritmik dan proses berpikir heuristik. Proses berpikir
algoritmik, yaitu proses berpikir yang sistemis, tahap demi tahap, linier,
konvergen, lurus menuju ke satu target tujuan tertentu. Contoh-contoh proses
algoritmik misalnya kegiatan menelpon, menjalankan mesin mobil, dan lain-lain.
Sedangkan cara berpikir heuristik, yaitu cara berpikir devergen, menuju ke
beberapa target tujuan sekaligus. Memahami suatu konsep yang mengandung arti
ganda dan penafsiran biasanya menuntut seseorang untuk menggunakan cara
berpikir heuristik misalnya operasi pemilihan atribut geometri, penemuan
cara-cara pemecahan masalah, dan lain-lain.
Proses belajar akan berjalan
dengan baik jika materi pelajaran yang hendak dipelajari atau masalah yang
hendak dipecahkan (dalam istilah teori sibernetik adalah sistem informasi yang
hendak dipelajari) diketahui ciri-cirinya. Materi pelajaran tertentu akan lebih
tepat disajikan dalam urutan yang teratur, linier, sekuensial, sedangkan materi
pelajaran lainnya akan lebih tepat bila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan
memberi kebebasan kepada siswa untuk berimajinasi dan berpikir. Misalnya, agar
siswa mampu memahami suatu rumus matematika, mungkin akan lebih efektif jika
presentasi informasi tentang rumus tersebut disajikan secara algoritmik.
Alasannya, karena suatu rumus matematika biasanya mengikuti urutan tahap demi
tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target tertentu. Namun untuk
memahami makna suatu konsep yang lebih luas dan banyak mengandung interpretasi,
misalnya konsep keadilan atau demokrasi, akan lebih baik jika proses berpikir
siswa dibimbing ke arah yang “menyabar” atau berpikir heuristik, dengan harapan
pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal, motonon, dogmatik, atau
linier.
4.
Teori Belajar Menurut Pask dan
Scott
Pask dan Scott juga termasuk
penganut teori sibernetik. Menurut mereka ada dua macam cara berpikir, yaitu
cara berpikir serialis dan cara berpikir wholist
atau menyeluruh. Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan
dengan pendekatan algoritmik. Namun apa yang dikatakan sebagai cara berpikir
menyeluruh (wholist) tidak sama
dengan cara berpikir heuristik. Bedanya, cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang cenderung
melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi. Ibarat
melihat lukisan, bukan detail-detail yang diamati lebih dahulu, melainkan
seluruh lukisan itu sekaligus baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih detail.
Sedangkan cara berpikir heuristik yang dikemukakan oleh Landa adalah cara
berpikir devergen mengarah ke beberapa aspek sekaligus. Siswa tipe wholist atau menyeluruh ini biasanya
dalam mempelajari sesuatu cenderung dilakukan dari tahap yang paling umum
kemudian bergerak ke lebih yang khusus atau detail. Sedangkan siswa tipe serialist dalam mempelajari sesuatu
cenderung menggunakan cara berpikir secara algoritmik.
Teori sibernetik sebagai teori
belajar sering kali dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang
akan dipelajari, sementara itu bagaimana proses belajar berlangsung dalam diri
individu sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari. Teori ini
memandang manusia sebagai pengolah informasi, pemikir, dan pencipta. Berdasarkan
pandangan tersebut maka diasumsikan bahwa manusia merupakan makhluk yang mampu
mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi.
Asumsi di atas direfleksikan ke
dalam suatu model belajar dan pembelajaran. Model tersebut menggambarkan proses
mental dalam belajar yang secara tersetrukur membentuk suatu; sistem kegiatan mental.
Dari model ini dikembangkan prinsip-prinsip belajar seperti:
a.
Proses
dalam belajar terfokus pada pengetahuan yang bermakna.
b.
Proses
mental tersebut mampu menyandi informasi secara bermakna.
c.
Proses
mental bermuara pada pengorganisasian dan pengaktualisasian informasi.
C.
Apilkasi Teori Belajar Sibernetik
dalam Kegiatan Pembelajaran
Teori belajar pengolahan
informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif yang mengemukakan bahwa belajar
adalah proses intrenasional yang tidak dapat diamatai secara langsung dan
merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu. Namun memori
kerja manusia mempunyai kapasitas yang terbatas. Menurut Gagne, untuk
mengurangi muatan memori kerja bentuk pengetahuan yang dipelajari dapat berupa;
proposisi, produktif, dan mental images.
Teori Gagne dan Briggs mengpreskripsikan
adanya 1) kapabilitas belajar, 2) peristiwa pembelajaran, dan 3)
pengorganisasian/urutan pembelajaran. Mengenai kapabilitas belajar kaitannya dengan unjuk kerja
dirumuskan oleh Gagne sebagai berikut (Degeng, 1989).
No. Kapasitas Belajar Unjuk Kerja
1.
Informasi Verbal Menyatakan informasi
2.
Keterampilan Intelektual Menggunakan simbol untuk berinteraksi
dengan
lingkungan.
lingkungan.
- Diskriminasi: Membedakan
perangsang yang memiliki dimensi fisik yang berlainan.
-
Konsep
konkret : Mengidentifikasi contoh-contoh konkret.
- Konsep
abstrak :Mengidentifikasi contoh-contoh dengan menggunakan
ungkapan verbal atau definis
-
Kaidah : Menunjukkan
aplikasi suatu kaidah.
- Kaidah
tingkat lebih tinggi : Mengembangkan kaidah baru untuk memecahkan masalah.
3.
Strategi Kognitif Mengembangkan
cara-cara baru untuk memecahkan masalah.
Menggunakan berbagai cara untuk mengontrol proses belajar dan /atau berpikir.
4.
Sikap
Memilih berprilaku dengan cara tertentu.
5.
Keterampilan Motorik Melakukan gerakan tubuh yang luwes,
cekatan, serta dengan urutan yang benar.
Teori belajar pemprosesan
informasi mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang
mencakup beberapa tahapan. Tahapan-tahapan ini dapat dimudahkan dengan
menggunakan metode pembelajaran yang mengikuti urutan tertentu sebagai peristiwa
pembelajaran (the events of instruction),
yang mempreskripsikan kondisi belajar internal dan eksternal utama untuk
kapabilitas apapun. Sembilan tahapan dalam peristiwa pembelajaran yang
diasumsikan sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung proses-proses
internal dalam kegiatan belajar adalah:
1.
Menarik
perhatian.
2.
Memberitahukan
tujuan pembelajaran kepada siswa.
3.
Merangsang
ingatan pada prasyarat belajar.
4.
Menyajikan
bahan perangsang.
5.
Memberikan
bimbingan belajar.
6.
Mendorong
unjuk kerja.
7.
Memberikan
balikan informatif.
8.
Menilai
untuk kerja.
9.
Meningkatkan
retensi dan alih belajar.
Dalam mengorganisasikan
pembelajaran perlu dipertimbangkan ada tidaknya prasyarat belajar untuk suatu
kapabilitas, apakah siswa telah memiliki prasyarat belajar yang diperlukan. Ada
prasyarat belajar utama, yang harus dikuasai siswa, dan ada prasyarat belajar
mendukung yang dapat memudahkan belajar. Pengorganisasian pembelajaran untuk
kapabilitas belajar tertentu dijelaskan sebagai berikut:
1.
Pengorganisasian
pembelajaran ranah keterampilan inteletual.
Menurut
Gagne, prasyarat belajar utama dan keterkaitan satu dengan lainnya digambarkan
dalam hirarkhi belajar. Reigeluth membedakan struktur belajar sebagai
keterampilan yang lebih tinggi letaknya diatas, sedangkan keterampilan tingkat
yang lebih rendah ada dibawahnya.
2.
Pengorganisasian
pembelajaran ranah informasi verbal.
Kemampuan
ini menghendaki siswa untuk dapat mengintegrasikan fakta-fakta ke dalam rangka
yang bermakna baginya.
3.
Pengorganisasian
pembelajaran ranah strategi kognitif.
Kemampuan
ini banyak memerlukan prasyarat keterampilan intelektual, maka perlu memasukkan
keterampilan-keterampilan intelektual dan informasi cara-cara memecahkan
masalah.
4.
Pengorganisasian
pembelajaran ranah sikap.
Kemampuan
sikap memerlukan prasyarat sejumlah informasi tentang pilihan-pilihan tindakan
yang tepat untuk situasi tertentu, juga strategi kognitif yang dapat membantu
memecahkan konflik-konflik nilai pada tahap pilihan.
5.
Pengorganisasian
pembelajaran ranah keterampilan motorik.
Untuk
menguasai keterampilan motorik perlu dimulai dengan mengajarkan kaidah mengenai
urutan yang harus diikuti dalam melakukan unjuk kerja ketrampilan yang
dipelajari. Diperlukan latihan-latihan mulai dari mengajarkan bagian-bagaian
ketrampilan secara terpisah-pisah kemudian melatihkannya ke dalam kesatuan ketrampilan.
Keunggulan
strategi pembelajaran yang berpijak pada teori pemprosesan informasi adalah:
1.
Cara
berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
2.
Penyajian
pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
3.
Kapabilitas
belajar dapat disajikan lebih lengkap.
4.
Adanya
keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai.
5.
Adanya
transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
6.
Kontrol
belajar (content control, pace control,
display control, dan conscious cognition control) memungkinkan belajar
sesuai dengan irama masing-masing individu (prinsip perbedaan individual
terlayani).
7.
Balikan
informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk
kerja yang diharapkan.
Dengan
demikian aplikasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran yang dikemukakan
oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) baik diterapkan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1.
Menentukan
tujuan-tujuan pembelajaran.
2.
Menentukan
materi pembelajaran.
3.
Mengkaji
sistem informasi yang terkandung dalam materi pembelajaran.
4.
Menentukan
pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi tersebut (apakah
algoritmik atau heuristik).
5.
Menyusun
materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya.
6.
Menyajikan
materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan
materi pelajaran.
D.
Rangkuman
Teori belajar sebernetik
merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan teori-teori belajar
lainnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu
informasi. Menurut teori sibernetik belajar adalah pemprosesan informasi. Teori
ini lebih mementingkan sistem informasi dari pesan atau materi yang dipelajari.
Bagaimana proses belajar akan berlangsung sangat ditentukan oleh sistem
informasi dari pesan tersebut. Oleh sebab itu, teori sibernetik berasumsi bahwa
tidak ada satu jenispun cara belajar yang ideal untuk
segala situasi. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Teori ini dikembangkan oleh para
penganutnya, antara lain seperti pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada
pemprosesan informasi yang dikembangkan oleh Gagne dan Berliner, Biehler dan
Snowman, Baine, serta Tennyson.
Bahwa proses pengolahan informasi
dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan
mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval). Ingatan terdiri dari
struktur informasi yang teroraganisasi dalam proses penelusuran bergerak secara
hirarkhis, dari informasi yang paling umum dan inklusif ke informasi yang
paling umum dan rinci, sampai informasi yang diinginkan diperoleh.
Konsepsi Landa dengan model
pendekatannya yang disebut algoritmik dan heuristik mengatakan bahwa belajar algoritmik
menuntut siswa untuk berpikir sistematis, tahap demi tahap, linear, menuju
pada target tujuan tertentu, sedangkan
belajar heuristik menuntut siswa untuk berpikir devergen, menyebar ke beberapa
target tujuan sekaligus.
Pask dan Scott membagi siswa
menjadi tipe menyeluruh atau wholist,
dan tipe serial atau serialist. Mereka
mengatakan bahwa siswa yang bertipe wholist
cenderung mempelajari sesuatu yang paling emum menuju ke hal-hal yang lebih
khusus, sedangkan siswa dengan tipe serialist
dalam berpikir akan menggunakan cara setahap demi setahap atau linear.
Aplikasi teori pengolahan
informasi dalam pembelajaran antara lain dirumuskan dalam teori Gagne dan
Briggs yang mempreskripsikan adanya 1) kapabilitas belajar, 2) peristiwa
pembelajaran, dan 3) pengorganisasian/urutan pembelajaran.
No comments:
Post a Comment