Secara sederhana, bahasa dapat
diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati.
Namun, lebih jauh bahasa bahasa adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk
berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau
perasaan. Dalam studi sosiolinguistik, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem
lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan
manusiawi.
Masyarakat pesisir adalah
sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir
membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan
ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir.
Provinsi Kepulauan Riau merupakan
provinsi yang memilki laut yang cukup luas, tidak heran jika banyak hasil laut
yang terdapat di Kepulauan Riau. Banyak penduduk yang tinggal di pesisir laut atau
pantai. Kepulauan Riau juga merupakan tempat transportasi laut dimana
kapal-kapal dari daerah lain maupun Negara lain juga ada yang datang ke
Kepulauan Riau. Kepulauan Riau merupukan daerah melayu yang ada di Indonesia.
Kepulauan Riau memiliki dua kota dan lima Kabupaten.
Di Kabupaten Lingga khususnya
banyak penduduk yang tinggal di pesisir
pantai maupun di daerah laut sehingga cara berbicara mereka agak berbeda dengan
masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan, nada mereka berbicara juga berbeda
dengan masyrakat yang jauh dari laut atau pantai. Nada berbicara mereka agak
keras atau menengking saat mereka berbicara, walaupun mereka berdekatan antara
satu dengan yang lain, hal ini dikarenakan suara ombak atau suara air laut yang
membuat mereka tidak bisa mendengar terlalu jelas, hal ini lah yang menyebabkan
mereka berbicara seperti berteriak atau menengking.
Kalau mereka berbicara dengan
masyarakat daerah yang jauh dari pesisir akan terasa canggung bagi masyarakat
yang mendengar itu, karena mereka berbicara tidak dengan nada kuat. Kebiasan
berbicara kuat itu tidak mudah di hilang oleh masyarakat pesisir karena mereka
sudah terbiasa menggunakan nada ynag kuat, itu bisa dianggap masyarakat yang
jauh dari pesisir sebagai suatu bentuk kemarahan. Mereka berbicara dengan nada
yang keras dan menengking supaya mereka bisa berinteraksi satu sama lain tanpa
hambatan dalam proses interaksi satu sama lain. Mereka berbicara keras di depan
orang lain tanpa merasa canggung bahkan seperti orang berteriak. Pada saat
mereka berbicara dengan orang lain mereka merasa suara meraka tersebut sudah
pelan.
Bahasa yang digunakan masyarakat
pesisir agak berbeda dengan masyarakat di daerah yang jauh dari pesisir atau
masyarakat kota, contoh nya seperti ambe, ambe dalam bahasa Indonesia yaitu
saya, Kata musek itu artinya tidak ada. Hal ini akan membuat masyarakat yang
mendengar akan merasa aneh karena mereka tidak pernah mendengarnya. Ada yang
bisa mengenali bahwa orang tersebut bersaal dari pulau dengan mengenali bahasa
yang ia gunakan. Bahasa dialek daerah cukup susah untuk dihilangkan karena
lidah kita sudah terbiasa menggunakan bahasa tersebut.
Mata pencharian masyarakat pesisir
pada umumnya sebagai nelayan, mereka mencari rezeki dari laut walaupun sekuat
apapun ombak mereka tetap melaut, panas terik dan bahaya tidak mereka hiraukan
demi untuk anak mereka. Kadang-kadang mereka melaut tidak membawa hasil saat
mereka pulang dari melaut. Mereka melaut kalau tidak dapat ikan di laut yang
dangkal mereka pergi ke laut yang dalam. Kalau gelombang kuat mereka tidak bisa
kelaut hal itu bisa terjadi sampai berminggu-minggu bahakan samapai satu bulan,
namun mereka tidak pernah mengeluh. Masyarakat pesisir memanfaatkan laut
sebaik-baik mungkin untuk memenuhi kebutuhan mereka dan sekaligus memenuhi
kebutuhan masyarakat yang jauh dari Pesisir atau laut.
Nelayan juga membuat kelong untuk
menangkap ikan bilis atau ikan tri. Ikan bilis ini didapat dengan semacam alat
yang di sebut dengan kelong. Kemudian ikan tri atau bilis yang didapat di rebus
dengan garam dan di jemur hingga kering. Harga ikan bilis bervariasi sesuai
dengan jenis dan kualitas ikan tersebut. Tanjungpinang terkenal dengan daerah
penghasil ikan bilis atau tri, selain daerah Tanjungpinang bilis atau tri juga
berasal dari Lingga.
Nelayan menagkap ikan, nos atau
sotong, kepiting dan lainnya menggunakan cara-cara yang berbeda. cara menagkap
sotong dengan nonde nos, menagkap ikan menggunakan jaring, pancing maupun palas
dan Udang di jarring. Para nelayan menangkap itu semua dengan cara-cara yang
berbeda. Hasil dari tangkapan mereka dikirim ke daerah lain. Bahkan ada yang di
ekspor ke Singapura. Selain ikan, ketam yang di ambil isinya juga di kirim
ke Singapura atau ke Negara lain.
Kepulauan Riau merupakan daerah penghasil ikan yang cukup banyak.Ikan yang di
cari ada juga di buat ikan asin dan kerupuk, ikan asin di buat dari berbagai
jenis ikan seperti ikan tamban, sela, seliko, dan lain-lain. Cara membuat ikan
asin, ikannya direbus atau dikukus diisi garam selanjutnya dijemur.
Bentuk rumah masyarakat pesisir
dominan rumah panggung, ada yang menggunakan kayu maupun semen, tetapi
kebanyakan menggunakan kayu mungkin untuk mengurangi rasa panas atas terik
matahari. rumah mereka saling berdekatan, jalan yang menggunakan kayu menyambung dari rumah satu ke rumah yang
lainnya. Ada juga rumah masyarakat yang tidak berdekatan bahkan jauh dari rumah
masyarakat yang lainnya, mereka menggunakan pompong atau sampan untuk menuju ke
rumah yang lainnya. Mereka tidak merasa takut dengan ombak karena mereka sudah
terbiasa dengan kehidupan di laut, mereka terbiasa karena kiri dan kanan mereka
semuanya laut.
Masyarakat
pesisir mungkin memilki perbedaan baik dari segi berbicara maupun bahasa yang
mereka gunakan, mungkin karena faktor kurangnya berinteraksi dengan msyarakat
luar atau mungkin suatu kebiasaan yang tidak bisa mereka ubah. Masyarakat
pesisir harus mampu memanfaatkan laut sebaik-baik mungkin dan menjaga laut
tersebut, karena laut merupakan sumber rezeki dan tempat mereka bermukim.
Apabila laut rusak ekosisitem laut akan rusak juga.
No comments:
Post a Comment